Cinta... yah... sebuah kata yang sulit ditafsirkan maknanya... jantung berdenyut dengan kencang saat orang bercinta seperti seorang joki memacu kudanya dengan kecepatan tinggi... sekali lagi cinta... ia yang juga membuat Romeo meneguk racun yang telah diminum oleh Juliet sebelumnya semua karena cinta. Tapi lihatlah sebuah jendela dengan pemandangan terindah sepanjang masa. Jendela milik Rasulullah dan Khadijah yang menjadi kisah teromantis sepanjang masa. Dikamar dalam satu rumah, sorang laki-laki jujur yang luar biasa masuk rumah dengan nafas tersengal-sengal sambil berkata, ‘selimuti aku...’. seorang istri penuh perhatian dan khawatir menyelimutinya dengan penuh cinta, sekejep bingung dengan apa yang sedang telah terjadi pada suami tercintanya. Sekali lagi semua itu karena cinta. Cinta juga lah yang membuat seorag istri memberikan seluruh hartanya untuk perjuangan seorang suami, mendukungnya saat seluruh kaum Quraisy memboikotnya... yah... itulah cinta...
Dan dengarlah Salim A Fillah berkata tentang ‘cinta’. Ia berkata ‘cinta’ adalah sebuah kata kerja. Yah... KATA KERJA. Bukan kata sifat. Apalagi kata benda. Mengapa? Lihatlah seorang Umar yang sedang berbincang dengan Rasulullah dan mengungkapkan isi hatinya dengan penuh tulus dan ikhlas, ‘Ya Rasul... aku mencintaimu seperti mencintai diriku sendiri.’ Lalu Rasulullahpun menjawab, ‘tidak wahai Umar, kau harus mencintaiku melebihi cintamu kepada dirimu sendiri’ dan dengarlah jawaban Umar, ‘mulai sekarang aku mencintaimu lebih dari cintaku kepada diriku sendiri’. Benarkah sebegitu cepatnya seorang Umar membalikan hatinya? Memberikan sebagian porsi cinta kepada dirinya untuk Rasulullah. Tentu tidak kawan... itulah cinta menurut Salim A Fillah... cinta itu bukan sebuah rasa tapi ia adalah kata kerja. Jika orang mencintai maka ia akan memberikan kerja-kerjanya untuk orang, benda atau apapun itu untuk yag dicintainya. Seperti halnya Khodijah yang rela memberikan jiwa dan raganya dalam mendukung dakwah Rasulullah
Dan saksikanlah yang satu ini, disebuah rumah yang sederhana seseorang telah mengalami sakarotul mautnya... ia sakarotul maul di dalam dekapan istri tercinta yang memliki otak cerdas luar biasa yang bernama Aisyah. Dan dengarlah apa yang ia katakan dalam sakarotul mautnya... dengarlah dengan seksama... ucapan diakhir hayatnya... ‘ummati... ummati... ummati...’ dengarlah suara hatinya, ‘Ya Allah biarlah sakit seperti ini aku saja yang merasakan, dan jangan sampai umatku mengalaminya’ lagi-lagi sebuah cinta yang sangat dahsyat yang bermain hingga membuat kita umat yang mencintainya menangis walaupun tak pernah kita menemui sosoknya, MUHAMMAD SAW...
Itulah cinta. Cinta yang membuat Anis Matta menulis, ‘Seperti angin membadai. Kau tak melihatnya. Kau merasakannya. Merasakan kerjanya saat ia memindahkan gunung pasir di tengah gurun. Atau merangsang amuk gelombang di laut lepas. Atau meluluhlantakkan bangunan-bangunan angkuh di pusat kota metropolitan. Begitulah cinta. Ia ditakdirkan jadi kata tanpa benda. Tak terlihat. Hanya terasa. Tapi dahsyat.’ Sungguh luar biasa... dan itulah cinta... yang sekali lagi membuat kita bersatu disini, meniti jalan cinta para pejuang, menuliskan serial cinta dalam kerja-kerja dakwah kita... menjadikan diri kita menjadi seorang yang kuat seperti Umar bin Khattab seperti Khalid bin Walid atapu bahkan seperti Abdurrahman bin Auf... merekalah sebagian dari pedang-pedang Allah yang menebas kemungkaran di berbagai lini kehidupan... merekalah sang Murobi kita untuk menuliskan tinta-tinta emas dalam kerja dakwah ini. Dan masih adakah diantara kalian yang tidak lagi setia dengan cinta ini... cinta karena Allah... Cinta yang membawa kita dalam kemuliaan... sungguh... jika bukan karena dakwah mungkin kita tidak akan saling mencintai begitu dalam kawan... jika bukan karena Cinta Allah kita tidak menemukan jalan cinta bersama orang-orang yang saling bercinta untuk menemukan ujung yang penuh cinta... yaitu RIDLO ALLOH...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar